Senin, 21 Desember 2009

Catatan seorang swallow kecil


Gie adalah sosok aktivis intelektual muda yang mempunyai kharisma sendiri. Beliau berpendirian teguh dalam memegang prinsipnya.Beliau berani mengungkapkan segala pemikirannya yang kritis dan sangat vocal (pada zaman tersebut). Gie, mungkin aku kagum pada apa yang tersembunyi dalam otak dan hati beliau. Sayang Gie menutup usia pada usia muda, seakan mengetahui bahwa ia akan mati muda, beliau menulis:
”Seorang filsuf Yunani pernah menulis…..nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tetapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda ( Soe Hok Gie 1942 – 1969 ).”

Soe Hok Gie (17 Desember 194216 Desember 1969) adalah salah seorang aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 19621969.

Aku ingin lebih mengenal intelektual muda pelawan tirani saat itu.
Aku pun mulai searching mencari buku2 dan artikel2 beliau. Pikiran dan gejolak muda ku sedang membuncah untuk mengetahui hikmah yang dapat aku ambil dari sosok Gie. Kenapa Gie?? Entahlah,aku rasa aku terinspirasi oleh semangat dan tindakan Gie yang berusaha untuk menegakkan kebenaran, keadilan dan kemanusiaan. Beliau seorang aktivis dengan pemikiran yang saat itu belum ada. Pemikiran beliau seakan sudah sangat maju dan bercakrawala luas.



Swallow kecil ini belum bisa mengaplikasikan semangat Gie ke dalam kehidupan.Aku belum lah seberani engkau. Gie,,zaman mu dengan zaman ku berbeda tapi ada yang sama, aku rasa kebenaran keadilan dan kemanusiaan yang ada saat ini masih tetap sama.

Swallow kecil ini ingin bisa terbang di angkasa...BEBAS.. Swallow kecil ini hanya ingin bercerita tentang gundah nya kepada sang awan dan udara.

"Stop complaining," said the farmer
"Who told you a calf to be;
Why don't you have wings to fly away
Like the swallow so proud and free?"... Dona Dona by Joan Baez.

“akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”
(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”
(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)
“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”
(Puisi Soe Hok Gie)

“Aku ingin agar mahasiswa-mahasiswa ini menyadari bahwa mereka adalah “the happy selected few” yang dapat kuliah dan karena itu mereka harus juga menyadari dan melibatkan diri dalam perjuangan bangsanya.”
(Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran)

Kenyataannya (mayoritas) pemuda/i sekarang menghamba kepada uang. Aku tidak akan munafik aku pun mungkin tidak ato belum begitu. Tapi apa yang harus aku lakukan untuk membuat ibu pertiwi Indonesia tercinta ku ini tersenyum kembali. Politik memanas. Kehidupan oh kehidupan... Bijaksana dalam segala hal. Tak perlu selalu mengandalkan emosi dan fisik semata untuk membuat Indonesia kembali bersinar.

0 komentar:

 
Ratih "Mblem" Ayuningtyas © 2007 *Feito por Templates para Você* © 2009 *Edited by Ranayuningtyas*